A. Definisi Kepadatan
Kepadatan adalah hasil bagi jumlah objek terhadap luas daerah. Dengan demikian satuan yang digunakan adalah satuan/luas daerah, misalnya: buah/m2.
Berikut definisi kepadatan menurut beberapa ahli :
• Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
• Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
• Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
B. Kategori Kepadatan
Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :
• Kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap
• Kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
• Kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah dan kamar.
• Kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
• Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. sehingga suatu ewilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi dan kepadatan rendah.
C. Akibat Kepadatan Tinggi
Taylor (dalam Guilfford,1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.
Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).
Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.
Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk. (dalam Sears dkk., 1994) mecoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya stress dan kekecewaan, yang secara nyata lebih besar daripada mahasiswa yang tinggal berdua. selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya.
Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.
Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan menurut Stokols (dalam Brigham, 1991), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat.
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).
Akibat psikis lain antara lain:
• Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).
• Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).
• Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 1984).
• Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)
• Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan, 1982).
Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal di kawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.
D. Kepadatan dan Perbedaan Budaya
Menurut Koerte (dalam Budihardjo, 1991) faktor-faktor seperti ras, kebiasaan, adat-istiadat, pengalaman masa silam, struktur sosial, dan lain-lain, akan menentukan apakah kepadatan tertentu dapat menimbulkan perasaan sesak atau tidak.
Setiadi (1991) bahwa bangsa Amerika sudah dapat merasakan dampak negatif yang luar biasa pada kepadatan sekitar 1500 orang/Ha, dengan terjadinya banyak penyimpangan perilaku sosial, pembunuhan, perkosaan, dan tindak kriminal lainnya. sementara itu, di jepang dan Hongkong dengan kepadatn 5000 orang/Ha pada bagian kota-kota tertentu, tenyata angka kejahatan/kriminal di sana masih lebih rendah.
SUMBER:
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepadatan
Selasa, 01 Maret 2011
AMBIENT CONDITION DAN ARCHITECTURAL FEATURES
1. AMBIENT CONDITION
Kebisingan
Menurut Ancok (1989)keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi. Emosi yang tidak terkontrol akan mempengaruhi hubungan sosial didalam maupun diluar rumah.
Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga akan berakibat menurunnya kemampuan mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.
Sarwono (1992) menyebutkan tiga factor yang menyebabkan suara secara psikologis dianggap bising yaitu: Volume, Perkiraan, Pengendalian
Menurut Holahan (1982) kebisingan dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematis yang secara khusus diasosiasikan dengan stress. Sementara menuruk Crook dan Langdon mengatakan terdapat hubungan antara kebisingan dengan aspek-aspek fisik, dan kesehatan mental.
Suhu dan Polusi Udara
Tingginya suhu udara dan polusi udara akan menimbulkan efek penyakit dan efek perilaku sosial seperti meningkatnya mortalitas, menguransi konsentrasi, perhatian serta timbulnya penyakit-penyakit pernafasan .
Rahardjani (1987) melihat bahwa suhu dan kelembaban rumah sangat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: warna dinding, volume ruang, arah sinar matahari, dan jumlah penghuni.
Pencahayaan dan Warna
Menurut Fisher dkk. (1984) terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Pada dasarnya, cahaya mempengaruhi kinerja kita dalam bekerja dan dapat mempengaruhi suasana hati dan perilaku sosial kita.
Warna
Menurut Heimstra dan MC Farling, warna memiliki tiga dimensi yaitu: kecerahan, corak warna, dan kejenuhan. Sedangkan menurt Holahan (1982) dan Mehrabian &Russel warna juga mempunyai efek independen terhadap suasana hati, tingkat pembangkitan, dan sikap; dimana ketiganya mempengaruhi kinerja.
2 ARCHITECTURAL FEATURES
Estetika
Spranger membagi orientasi hidup menjadi 6 kategori, dimana nilai estetis merupakan salah satu siantaranya selain nilai ekonomi, nilai kekuasaan, nilai sosial, nilai religious, dan nilai intelektual. Sedangkan menurut Fisherdkk (1984) salah atu tujuan daridesain adalah memunculkan respon tertentu terhadap seting yang telah disediakan.
Penelitian telah menunjukkan pula bahwa kualitas estetis suatu ruangan dalam konteks keceriaan dan daya tarik dapat mempengaruhi jenis evaluasi yang kita bua ketika berada dalam seting tersebut.
Perabot
Perabot dan pengaturannya dan aspek-aspek lain dari lingkungan ruang merupakan salah satu penentu perilaku yang penting karena dapat mempengaruhi cara orang dalam mempersepsikan ruang tersebut.
SUMBER:
indryawati.staff.gunadarma.ac.id/.../AMBIENT+CONDITION+DAN+ ARCHITECTURAL+FEATURES.doc
Kebisingan
Menurut Ancok (1989)keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi. Emosi yang tidak terkontrol akan mempengaruhi hubungan sosial didalam maupun diluar rumah.
Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga akan berakibat menurunnya kemampuan mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.
Sarwono (1992) menyebutkan tiga factor yang menyebabkan suara secara psikologis dianggap bising yaitu: Volume, Perkiraan, Pengendalian
Menurut Holahan (1982) kebisingan dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematis yang secara khusus diasosiasikan dengan stress. Sementara menuruk Crook dan Langdon mengatakan terdapat hubungan antara kebisingan dengan aspek-aspek fisik, dan kesehatan mental.
Suhu dan Polusi Udara
Tingginya suhu udara dan polusi udara akan menimbulkan efek penyakit dan efek perilaku sosial seperti meningkatnya mortalitas, menguransi konsentrasi, perhatian serta timbulnya penyakit-penyakit pernafasan .
Rahardjani (1987) melihat bahwa suhu dan kelembaban rumah sangat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: warna dinding, volume ruang, arah sinar matahari, dan jumlah penghuni.
Pencahayaan dan Warna
Menurut Fisher dkk. (1984) terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Pada dasarnya, cahaya mempengaruhi kinerja kita dalam bekerja dan dapat mempengaruhi suasana hati dan perilaku sosial kita.
Warna
Menurut Heimstra dan MC Farling, warna memiliki tiga dimensi yaitu: kecerahan, corak warna, dan kejenuhan. Sedangkan menurt Holahan (1982) dan Mehrabian &Russel warna juga mempunyai efek independen terhadap suasana hati, tingkat pembangkitan, dan sikap; dimana ketiganya mempengaruhi kinerja.
2 ARCHITECTURAL FEATURES
Estetika
Spranger membagi orientasi hidup menjadi 6 kategori, dimana nilai estetis merupakan salah satu siantaranya selain nilai ekonomi, nilai kekuasaan, nilai sosial, nilai religious, dan nilai intelektual. Sedangkan menurut Fisherdkk (1984) salah atu tujuan daridesain adalah memunculkan respon tertentu terhadap seting yang telah disediakan.
Penelitian telah menunjukkan pula bahwa kualitas estetis suatu ruangan dalam konteks keceriaan dan daya tarik dapat mempengaruhi jenis evaluasi yang kita bua ketika berada dalam seting tersebut.
Perabot
Perabot dan pengaturannya dan aspek-aspek lain dari lingkungan ruang merupakan salah satu penentu perilaku yang penting karena dapat mempengaruhi cara orang dalam mempersepsikan ruang tersebut.
SUMBER:
indryawati.staff.gunadarma.ac.id/.../AMBIENT+CONDITION+DAN+ ARCHITECTURAL+FEATURES.doc
Langganan:
Postingan (Atom)