Selasa, 01 Maret 2011

KEPADATAN

A. Definisi Kepadatan
Kepadatan adalah hasil bagi jumlah objek terhadap luas daerah. Dengan demikian satuan yang digunakan adalah satuan/luas daerah, misalnya: buah/m2.
Berikut definisi kepadatan menurut beberapa ahli :
• Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
• Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
• Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
B. Kategori Kepadatan
Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :
• Kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap
• Kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
• Kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah dan kamar.
• Kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
• Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. sehingga suatu ewilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi dan kepadatan rendah.
C. Akibat Kepadatan Tinggi
Taylor (dalam Guilfford,1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.
Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).
Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.
Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk. (dalam Sears dkk., 1994) mecoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya stress dan kekecewaan, yang secara nyata lebih besar daripada mahasiswa yang tinggal berdua. selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya.
Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.
Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan menurut Stokols (dalam Brigham, 1991), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat.
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).
Akibat psikis lain antara lain:
• Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).
• Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).
• Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 1984).
• Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)
• Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan, 1982).
Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal di kawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.
D. Kepadatan dan Perbedaan Budaya
Menurut Koerte (dalam Budihardjo, 1991) faktor-faktor seperti ras, kebiasaan, adat-istiadat, pengalaman masa silam, struktur sosial, dan lain-lain, akan menentukan apakah kepadatan tertentu dapat menimbulkan perasaan sesak atau tidak.
Setiadi (1991) bahwa bangsa Amerika sudah dapat merasakan dampak negatif yang luar biasa pada kepadatan sekitar 1500 orang/Ha, dengan terjadinya banyak penyimpangan perilaku sosial, pembunuhan, perkosaan, dan tindak kriminal lainnya. sementara itu, di jepang dan Hongkong dengan kepadatn 5000 orang/Ha pada bagian kota-kota tertentu, tenyata angka kejahatan/kriminal di sana masih lebih rendah.

SUMBER:
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepadatan

AMBIENT CONDITION DAN ARCHITECTURAL FEATURES

1. AMBIENT CONDITION
Kebisingan
Menurut Ancok (1989)keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi. Emosi yang tidak terkontrol akan mempengaruhi hubungan sosial didalam maupun diluar rumah.
Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga akan berakibat menurunnya kemampuan mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.
Sarwono (1992) menyebutkan tiga factor yang menyebabkan suara secara psikologis dianggap bising yaitu: Volume, Perkiraan, Pengendalian
Menurut Holahan (1982) kebisingan dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematis yang secara khusus diasosiasikan dengan stress. Sementara menuruk Crook dan Langdon mengatakan terdapat hubungan antara kebisingan dengan aspek-aspek fisik, dan kesehatan mental.
Suhu dan Polusi Udara
Tingginya suhu udara dan polusi udara akan menimbulkan efek penyakit dan efek perilaku sosial seperti meningkatnya mortalitas, menguransi konsentrasi, perhatian serta timbulnya penyakit-penyakit pernafasan .
Rahardjani (1987) melihat bahwa suhu dan kelembaban rumah sangat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: warna dinding, volume ruang, arah sinar matahari, dan jumlah penghuni.
Pencahayaan dan Warna
Menurut Fisher dkk. (1984) terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Pada dasarnya, cahaya mempengaruhi kinerja kita dalam bekerja dan dapat mempengaruhi suasana hati dan perilaku sosial kita.
Warna
Menurut Heimstra dan MC Farling, warna memiliki tiga dimensi yaitu: kecerahan, corak warna, dan kejenuhan. Sedangkan menurt Holahan (1982) dan Mehrabian &Russel warna juga mempunyai efek independen terhadap suasana hati, tingkat pembangkitan, dan sikap; dimana ketiganya mempengaruhi kinerja.
2 ARCHITECTURAL FEATURES
Estetika
Spranger membagi orientasi hidup menjadi 6 kategori, dimana nilai estetis merupakan salah satu siantaranya selain nilai ekonomi, nilai kekuasaan, nilai sosial, nilai religious, dan nilai intelektual. Sedangkan menurut Fisherdkk (1984) salah atu tujuan daridesain adalah memunculkan respon tertentu terhadap seting yang telah disediakan.
Penelitian telah menunjukkan pula bahwa kualitas estetis suatu ruangan dalam konteks keceriaan dan daya tarik dapat mempengaruhi jenis evaluasi yang kita bua ketika berada dalam seting tersebut.
Perabot
Perabot dan pengaturannya dan aspek-aspek lain dari lingkungan ruang merupakan salah satu penentu perilaku yang penting karena dapat mempengaruhi cara orang dalam mempersepsikan ruang tersebut.



SUMBER:

indryawati.staff.gunadarma.ac.id/.../AMBIENT+CONDITION+DAN+ ARCHITECTURAL+FEATURES.doc

Selasa, 22 Februari 2011

Pendekatan Teori & Metode Penelitian Psikologi Lingkungan

Pendekatan Teori Psikologi Lingkungan
Beberapa pendekatan psikologi lingkungan :
1. Geografi.
Menurut Toynbee(dalam Veitch & Arkkeli, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan ( atau secara lebih spesifik topografi, iklim, vegetasi, ketersedian air dan sebagainya) adalah tantangan bagi penduduk yang tingga; di lingkungan tersebut. Tantangan lingkungan yang ekstrim akan merusak peradaban, Sementara tantangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi kebudayaan.

2. BIologi ekologi
Perhatian teradap adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan manusia dengan lingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan.

3. Behaviourisme
Kalangan behaviourisme muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian untuk menerangkan perilaku manusia.

4. Psikologi gestalt
Lebih menekankan perhatian pada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak(overt behavior). Prinsip-prinsip kerjanya adalah :
a. Objek-objek
b. Orang-orang sebagai suatu keseluruhan
c. Seting-seting


BEBERAPA TEORI PSIKOLOGI LINGKUNGAN
1. Teori Arousal
Arousal (pembangkit). Ketika kita emosional kita merasa bergairah. Emosi itu dimana manusia atau binatang itu dihasut. Contohnya, tingkat keterbangkitan tinggi adalah marah, sedangkan tingkat keterbangkitan rendah adalah ketakutan. Arousal dipengaruhi oleh tingkat umum dari rangsangan yang mengelilingi kita.

2. Teori stimulus berlebihan
Titik sentralnya adalah adanya suatu perkiraan bahwa manusia memiliki kapasitas yang terbatas dalam memproses informasi. Ketika input melebihi kapasitas, maka orang cenderung untuk mengabaikan beberapa maukan dan mencurahkan perhatian lebih banyak kepada hal yang lain (cohen dalam Veitch & Arkkelin, 1995)
3. Teori kendala prilaku
Memfokuskan kepada kenyataan atau perasaan, kesan yang terbatas dari individuoleh lingkungan. Menurut teori ini, lingkungan dapat mencegah, mencampuri atau membatsi perilaku penghuninya ( stokols dalam Veitch & Arkkelin, 1995).
4. Teori tingkat adaptasi
Teori ini mirip dengan teori stimulus berlebihan, dimna pada tingkat tertentu suatu stimulus dapat dirumuskan untuk mengoptimalkan prilaku. Teori tingkat adaptasi lebih banyak membicarakannya secara lebih spesifik, yaitu dua proses yang terkait dalam hubungannya yaitu adaptasi dan adjustment.
5. Teori stres lingkungan
Menekankan pada mediasi peran-peran fisiologi, emosi dan kognisi dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan.
6. Teori ekologi
Gagasan tentang kecocokan manusia dan lingkungannya. Lingkungan dirancang atau barangkali berkembang sehingga memungkinkan terjadinya perilaku tertentu.

Metode penelitian
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995) terdapat tiga metode penelitian yang lazim digunakan di lapangan penelitian psikologi lingkungan.
3 metode psikolog lingkungan :
1. Eksperimen laboraturium
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seorang peneliti memiliki perhatian terutama yang berkaitan dengan tingginya validitas internal. Metode ini memberi kebebasan kepada eksperimenter untuk memanipulasi secara sistematis variable yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi-kondisi secara cermat yang bertujuan untuk mengurangi variable mengganggu.
2. Studi korelasi
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seseorang peneliti ingin memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi, maka seorang peneliti dapat menggunakan variasi-variasi dari metode korelasi.
3. Eksperimen lapangan
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seorang peneliti ingin menyeimbangkan antara validitas internal yang dapat dicapai melalui eksperimen laboraturium dengan validitas eksternal yang dapat dicapai melalui studi korelasi, maka ia boleh menggunakan metode campuran.

Teknik-teknik Pengukuran
Agar suatu penelitian akan menjadi ilmiah diperlukan pengamatan-pengamatanyang menggunkan criteria tertentu, yaitu :
1. Berlaku umum dan dapat diulang-ulang
2. Dapat dikembangkan menjadi skala pengukuran
3. Memiliki standart validitas dan reliabilitas
Beberapa teknik pengukuran yaitu: (menurut Veitch dan Arkkelin,1995)
1. Self report
- Kuesioner
- Wawancara
- Skala penilaian.

Minggu, 07 November 2010

Mengenal Layanan Psikologi Klinis

JAKARTA, KOMPAS.com -  Pada umumnya, masyarakat luas masih membutuhkan kejelasan dalam berbagai pelayanan psikologi klinis. Dalam artikel ini, saya mencoba merinci spesifikasi pelayanan psikologi klinis dan kaitannya dengan pelayanan medis.

Ada dua cabang ilmu dalam naungan Psikologi Klinis, yaitu Psikologi Kesehatan dan Psikologi Medis. Memang istilah ’kesehatan’ dan ’medis’ bukan saja terkait erat, namun sering menjadi dua istilah yang digunakan secara sinonimus (persamaan arti kata). Kecuali itu, sebagian besar masyarakat pada umumnya sering dihadapkan pada ketidakjelasan perbedaan pelayanan psikiater, psikolog klinis, psikolog kesehatan, dan psikolog medis, walaupun untuk itu kita harus juga menyimak tentang pelayanan kesehatan fisik dan penanganan medis pada umumnya. Untuk itu, marilah kita simak bersama uraian di bawah ini.

1. Perawatan kesehatan atau penanganan medis

Perawatan kesehatan atau penanganan medis bagi penderita gangguan fisik manusia menjadi wewenang utama para dokter. Pelayanan terhadap gangguan fisik bergradasi sesuai dengan berat ringannya gangguan fisik dan bagian dari organ tubuh mana yang terkena penyakit. Untuk itu, dapat dipahami bila berbagai jenis keahlian khusus dalam Ilmu Kedokteran sangat dibutuhkan keberadaannya, misalnya dokter spesialis internal, kandungan, kulit dan kelamin, dan lain-lain. Bahkan pasien sering juga membutuhkan bantuan dari dokter yang memiliki superspesialisasi dalam bidang fungsi organ tubuh tertentu.

2. Psikiater

Bila dokter atau dokter spesialis menangani aspek fisik pasien maka berbeda dengan psikiater. Psikiater adalah dokter yang memiliki latar belakang pendidikan ilmu kedokteran pula, namun kemudian mengikuti pendidikan spesialisasi dalam bidang psikiatri. Psikiater memberikan perawatan terhadap penderita gangguan mental yang kecuali membutuhkan perawatan medicamentus sekaligus juga membutuhkan psikoterapi. Kecuali itu, para psikiater pun memberikan pelayanan promotif dan preventif serta rehabilitatif dalam bidang psikiatri bagi masyarakat luas.

3. Psikolog Klinis

Psikolog Klinis adalah ahli yang latar belakang pendidikannya dari sejak jenjang pendidikan strata I adalah ilmu perilaku manusia, untuk kemudian mengikuti pendidikan Magister Psikologi Terapan dengan mayoring Psikologi Klinis. Pendekatan Holistik mengungkapkan bahwa seorang yang sakit fisik juga sekaligus sakit mental, karena hubungan resiprokal antara aspek fisik dan mental tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dengan demikian, di samping perawatan medis seorang pasien sering membutuhkan pendampingan Psikolog Klinis untuk membantu pemulihan kesehatan aspek mentalnya. Apalagi, ketegangan emosi seseorang yang mengalami kesulitan memecahkan masalah psikologis yang dihadapi sering memanifestasi dalam bentuk keluhan fisik.

Berlainan dengan psikiater yang landasan dasar keilmuannya adalah Ilmu Kedokteran, maka landasan keilmuan Psikolog Klinis adalah Ilmu tentang Perilaku Manusia (Psikologi). Jadi kalaupun seorang Psikolog Klinis bekerja di setting medis (rumah sakit), Psikolog Klinis tidak berhak bahkan dilarang keras memberikan pelayanan medicamentus, seperti misalnya menulis resep, menyarankan penggunaan obat-obatan, dan sebagainya. Andaikata pasien membutuhkan pelayanan psikologi klinis baik yang atas kehendak sendiri atau rujukan dari dokter/profesi lain, maka psikoterapi dilaksanakan dengan landasan dasar keilmuan psikologi pula.

Ada beberapa metode psikoterapi yang dapat dilakukan oleh Psikolog Klinis, misalnya psikoterapi/konseling psikologi individual, keluarga/kelompok, perkawinan, dan lain-lain. Tentu saja pilihan metode psikoterapinya sangat bergantung pada permasalahan psikologi yang dialami penderita/klien serta keahlian khusus yang dimiliki Psikolog Klinis tersebut. Luas dan banyaknya metode dalam psikoterapi memang akhirnya menuntut Psikolog Klinis untuk memilih metode psikoterapi mana yang dikuasai dan benar-benar didalami serta ditekuni secara khusus untuk pelayanan intervensi psikologi khusus bagi penderita/klien yang menghadapi permasalahan psikologis khusus pula. Kecuali di setting medis (rumah sakit), psikolog klinis pun dapat memberikan pelayanan di setting sekolah, kesehatan mental individu, kesehatan masyarakat, industri, dan lain-lain. Luasnya cakupan pelayanan Psikologi Klinis, mengembangkan spesifikasi pelayanan pada setting kesehatan dan medis.

Psikologi Kesehatan

Psikologi Kesehatan merupakan salah satu cabang Psikologi Klinis yang menekankan kinerjanya pada upaya membentuk perilaku sehat pada masyarakat, dengan mengacu pada falsafah dasar positif, yang bersifat preventif. Jadi manusia tidak dipandang sebagai korban penyakit, namun juga ikut bertanggung jawab terhadap kondisi sakitnya. Konkretnya, kinerja Psikolog Kesehatan adalah menyosialisasikan kebiasaan-kebiasaan hidup yang merugikan kesehatan, seperti merokok, minum alkohol, serta mengembangkan tingkah laku yang menunjang kesehatan, seperti mengomunikasikan pentingnya melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

Psikologi Medis

Psikologi Medis adalah salah satu cabang Psikologi Klinis yang secara khusus mengarahkan perhatiannya pada penerapan psikologi pada setting praktik medis, termasuk penanganan psikologis dari penderita penyakit (pasien), keluarga pasien bahkan dokter yang memberikan perawatan behavioral medicine (obat-obatan yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku pasien) terutama bagi penderita penyakit kronis, seperti kanker, gagal jantung, gagal ginjal, dan lain-lain.

Kebutuhan pendampingan Psikolog Medis terhadap pasien-pasien tersebut di atas tidak dapat dipungkiri, mengingat kondisi kesehatan fisik yang rentan berlanjut oleh penyakit kronis dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap kerentanan fungsi psikologisnya, sementara demi proses penyembuhan optimal penerimaan pasien akan penyakit, kerja sama pasien dalam pasien pengobatan, upaya mempertahankan kualitas hidup optimal pada pasien, perubahan gaya hidup pasien.

Kecemasan menghadapi Menopause

1. Pengertian kecemasan menghadapi menopause
a. Pengertian kecemasan. Salah satu gejala yang dialami oleh semua
orang dalam hidup adalah kecemasan. Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat
dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari.
Bagaimanapun juga bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan
suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah
klinis.
Menurut Bryne (1966), bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang
dialami individu, seperti apabila ia mengalami ketakutan. Pada kecemasan
perasaan ini bersifat kabur, tidak realistis atau tidak jelas obyeknya sedangkan
pada ketakutan obyeknya jelas.
Menurut Hurlock (1990), kecemasan adalah bentuk perasaan khawatir,
gelisah dan perasaan-perasaan lain yang kurang menyenangkan. Biasanya
perasaan-perasaan ini disertai oleh rasa kurang percaya diri, tidak mampu, merasa
rendah diri, dan tidak mampu menghadapi suatu masalah.
Menurut Kartono (1997), ketidakberanian individu dalam menghadapi
suatu masalah dan ditambah dengan adanya kerisauan terhadap hal-hal yang tidak
jelas merupakan tanda-tanda kecemasan pada individu.
Pendapat ahli lain Havary (1997), berpendapat bahwa kecemasan
merupakan reaksi psikis terhadap kondisi mental individu yang tertekan. Apabila
orang menyadari bahwa hal-hal yang tidak bisa berjalan dengan baik pada situasi
tertentu akan berakhir tidak enak maka mereka akan cemas. Kondisi-kondisi atau
situasi yang menekan akan memunculkan kecemasan.
Dari uraian di atas diambil suatu kesimpulan bahwa kecemasan adalah
suatu kondisi psikologis individu yang berupa ketegangan, kegelisahan,
kekhawatiran sebagai reaksi terhadap adanya sesuatu yang bersifat mengancam.
b. Pengertian menopause. Menurut Kartono (1992), bahwa “men” berarti
bulan, “pause, pausa, pausis, paudo” berarti periode atau tanda berhenti, hilangnya
menopause diartikan sebagai berhentinya secara definitif menstruasi.
Mappiare (1983), mengemukakan menopause sebagai akibat adanya
perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur
dan hilangnya kemampuan untuk melahirkan anak yang juga ditandai berhentinya
menstruasi.
Wanita akan mengalami menopause ditandai dengan berhentinya sirkulasi
haid dan juga diikuti dengan melemahnya organ produksi dan muncul gejalagejala
penuaan dibeberapa bagian tubuh. (Ibrahim, 2002)
Pakasi (1996), menjelaskan definisi menopause bukan hanya dari segi fisik
yaitu berhentinya menstruasi, tetapi dari segi usia yaitu dimulai pada akhir masa
menopause dan berakhir pada awal lanjut usia (senium) yaitu sekitar 40-65 tahun.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan menopause adalah suatu fase
dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berhentinya menstruasi, berhentinya
produksi sel telur, hilangnya kemampuan melahirkan anak, dan membawa
perubahan dan kemunduran baik secara fisik maupun psikis.
c. Pengertian kecemasan menghadapi menopause. Burn (1988), bahwa
kebanyakan wanita menopause sering mengalami depresi dan kecemasan dimana
kecemasan yang muncul dapat menimbulkan insomnia atau tidak bisa tidur.
Setiap orang mempunyai keyakinan dan harapan yang berbeda-beda.
Karena perbedaan itu maka tidak ada dua orang yang akan memberikan reaksi
yang sama, meskipun tampaknya mereka seakan-akan bereaksi dengan cara yang
sama. Situasi yang membuat cemas adalah situasi yang mengandung masalah
tertentu yang akan memicu rasa cemas dalam diri seseorang dan tidak terjadi pada
orang lain. (Tallis, 1995)
Kartono (1992), mengemukakan perubahan-perubahan psikis yang terjadi
pada masa menopause akan menimbulkan sikap yang berbeda-beda antara lain
yaitu adanya suatu krisis yang dimanifestasikan dalam simtom-simtom psikologis
seperti: depresi, mudah tersinggung, dan mudah menjadi marah, dan diliputi
banyak kecemasan.
Adanya perubahan fisik yang terjadi sehubungan dengan menopause
mengandung arti yang lebih mendalam bagi kehidupan wanita. Berhentinya siklus
menstruasi dirasakan sebagai hilangnya sifat inti kewanitaannya karena sudah
tidak dapat melahirkan anak lagi. Akibat lebih jauh adalah timbulnya perasaan tak
berharga, tidak berarti dalam hidup sehingga muncul rasa khawatir akan adanya
kemungkinan bahwa orang-orang yang dicintainya berpaling dan
meningggalkannya. Perasaan itulah yang seringkali dirasakan wanita pada masa
menopause, sehingga sering menimbulkan kecemasan. (Muhammad,1981)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan
menghadapi menopause adalah perasaan gelisah, khawatir dari adanya perubahanperubahan
fisik, sosial maupun seksual sehubungan dengan menopause.
2. Faktor penyebab kecemasan menghadapi menopause
Sebuah permasalahan yang muncul pasti ada yang melatarbelakanginya,
sehingga permasalahan itu timbul demikian juga kecemasan yang dialami oleh
seseorang, ada penyebab yang melatarbelakanginya.
Menurut Kartono (2000), kecemasan disebabkan oleh dorongan-dorongan
seksual yang tidak mendapatkan kepuasan dan terhambat, sehingga
mengakibatkan banyak konflik batin.
Menurut Hartoyo (2004), bahwa stressor pencetus kecemasan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi ketidakmampuan fisiologis yang
akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari.
b. Ancaman terhadap system diri, dapat membahayakan identitas, harga diri,
dan fungsi integritas sosial. Faktor internal dan eksternal dapat mengancam
harga diri. Faktor eksternal meliputi kehilangan nilai diri akibat kematian,
cerai, atau perubahan jabatan. Faktor internal meliputi kesulitan interpersonal
di rumah atau tempat kerja.
Menurut Carpenito (1998), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
munculnya kecemasan yaitu :
a. Patofisiologis, yaitu setiap faktor yang berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia akan makanan, air, kenyamanan dan keamanan.
b. Situasional (orang dan lingkungan)
Berhubungan dengan ancaman konsep diri terhadap perubahan status, adanya
kegagalan, kehilangan benda yang dimiliki, dan kurang penghargaan dari orang
lain.
a). Berhubungan dengan kehilangan orang terdekat karena kematian,
perceraian, tekanan budaya, perpindahan, dan adanya perpisahan
sementara atau permanen.
b). Berhubungan dengan ancaman intergritas biologis : yaitu penyakit, terkena
penyakit mendadak, sekarat, dan penanganan-penanganan medis terhadap
sakit.
c). Berhungan dengan perubahan dalam lingkungannya misalnya :
pencemaran lingkungan, pensiun, dan bahaya terhadap keamanan.
d). Berhubungan dengan perubahan status sosial ekonomi, misalnya
pengangguran, pekerjaan baru, dan promosi jabatan.
e). Berhubungan dengan kecemasan orang lain terhadap individu.
Freud (dalam Hall, 1980), faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah
lingkungan disekitar individu.dan menurut Priest (1987), bahwa sumber umum
dari kecemasan adalah pergaulan, usia yang bertambah, keguncangan rumah
tangga, dan adanya problem. Selain itu kecemasan juga ditimbulkan karena tidak
terpenuhinya kebutuhan seksual, atau frustasi karena tidak tercapainya apa yang
diingini baik material maupun sosial.
Menurut Tallis (1995), bahwa penyebab individu cemas adalah masalah
yang tidak bisa terselesaikan. Contoh masalah yang tidak dapat terselesaikan
adalah penuaan dan kematian. Menurut Dimyati (1990), mengatakan bahwa
kecemasan disebabkan oleh adanya keinginan-keinginan, kebutuhan, dan hal-hal
yang tidak disetujui oleh orang-orang disekitar, selain itu rangsangan emosi
merupakan reaksi terhadap kekecewaan terhadap frustasi. Sedangkan menurut
Freud (dalam Dimyati, 1990), bahwa penyebab kecemasan pada individu adalah
motif sosial dan motif seksual.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan kecemasan menghadapi menopause adalah masalah yang tidak
terselesaikan, kekhawatiran terhadap sesuatu yang belum terjadi, adanya motif
sosial dan motif seksual.
3. Gejala-gejala kecemasan menghadapi menopause
Setiap individu pasti pernah merasakan perasaan tidak nyaman, takut waswas
akan suatu hal dalam hidupnya, salah satunya adalah perasaan cemas.
Ada beberapa gejala tentang kecemasan menurut Morgan (1991) yaitu :
a. Gejala fisiologis : gemetar, tegang, nyeri otot, letih, tidak dapat santai, kelopak
mata bergetar, kening berkerut, muka tegang, tak dapat diam, mudah kaget,
berkeringat, jantung berdebar cepat, rasa dingin, telapak tangan lembab, mulut
kering, pusing, kepala terasa ringan, kesemutan, rasa mual, rasa aliran panas
dingin, sering kencing, diare, rasa tak enak di ulu hati, kerongkongan
tersumbat, muka merah dan pucat, denyut nadi dan nafas yang cepat waktu
istirahat.
b. Gejala psikologis : rasa khawatir yang berlebihan tentang hal-hal yang akan
datang, seperti cemas, khawatir, takut, berpikir berulang-ulang, membayangkan
akan datangnya kemalangan terhadap dirinya maupun orang lain, kewaspadaan
yang berlebih, diantaranya adalah mengamati lingkungan secara berlebihan
sehingga mengakibatkan perhatian mudah teralih, sulit konsentrasi, merasa
nyeri, dan sukar tidur.
Adapun gejala-gejala psikologis adanya kecemasan menghadapi
menopause bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Blackburn dan Davidson
(dalam Zainuddin, 2000) adalah sebagai berikut:
a. Suasana hati, yaitu keadaan yang menunjukan ketidaktenangan psikis, seperti:
mudah marah, persaaan sangat tegang.
b. Pikiran, yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti : khawatir, sukar
konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri
sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya,.
c. Motivasi, yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti : menghindari
situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri dari kenyataan.
d. Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup,
kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.
e. Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti : berkeringat, gemetar,
pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.
Menurut Freud (dalam Hall, 1980), mengatakan tentang gejala-gejala
kecemasan yang dialami oleh individu biasanya mulutnya menjadi kering bernafas
lebih cepat, jantung berdenyut cepat.
Selain hal diatas Weekes (1992), menambahkan tentang gejala-gejala
kecemasan yang lain diantaranya adalah gelisah, adanya perasaan tidak berdaya,
tidak nyaman, insomnia, menarik diri, gangguan pola makan, komunikasi verbal
menurun, perasaan terancam atau ketakutan yang luar biasa, pikiran terpusat pada
gangguan fisiknya dan kesadaran diri menurun, merasa mual, banyak berkeringat,
gemetar dan seringkali diare.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan tentang gejala-gejala kecemasan
menghadapi menopause adalah suasana hati yang menunjukan ketidaktenangan
psikis, pikiran yang tidak menentu, motivasi untuk mencapai sesuatu, reaksireaksi
biologis yang tidak terkendali.
4. Periode terjadinya menopause
Wanita dilahirkan dengan sejumlah besar sel telur yang secara bertahap
akan habis terpakai. Ovarium tidak mampu membuat sel telur baru, sehingga
begitu sel telur yang dimiliki sejak lahir habis, maka ovulasi akan berhenti sama
sekali. Jadi terdapat semacam kekurangan hormon yang menyebabkan sebagian
besar masalah yang terjadi disekitar menopause atau yang berkembang
sesudahnya.
Muhammad (1981), menjelaskan bahwa pada suatu saat akan tiba
waktunya bagi sisa folikel sel telur yang berada pada indung telur mulai
menghilang. Saat ini tidaklah sama pada setiap wanita. Perubahan ini terjadi
secara mendadak, diantara umur 45 tahun dan 55 tahun. Ada transisi yang
bertahap dari masa kegiatan indung telur yang tidak ada lagi, ketika wanita itu
sudah mulai memasuki usia menopause
Terjadinya menopause dipicu oleh perubahan hormon dalam tubuh.
Dimana hormon merupakan suatu zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
tertentu dalam tubuh (tidak semua kelenjar menghasilkan hormon), yang efeknya
mempengaruhi kerja alat-alat tubuh yang lain. Hormon yang dikeluarkan melalui
saluran terbuka keluar, tetepi langsung disalurkan ke dalam darah melalui
perembesan pada pembuluh-pembuluh darah yang ada disekitar kelenjar tersebut.
Seperti diketahui ada tiga macam hormon penting yang diproduksi oleh ovarium,
yaitu estrogen, progesteron, dan testotesron, dimana setelah mencapai menopause
hormon-hormon ini tidak diproduksi. (Sadli, 1987)
Estrogen dan progesteron pada wanita disebut hormon kelamin (sex
hormones). Esrtogen pada wanita menampilkan tanda-tanda kewanitaan, seperti
kulit halus, suara lemah lembut, payudara membesar. Dalam setiap bulan, kadar
estrogen dan progesteron bergelombang, bergantian naik turun. Gelombang itu
yang menyebabkan terjadinya haid pada wanita. Lain halnya dengan estrogen
yang hanya dihasilkan oleh indung telur selam persediaan sel tulur masih ada.
Tugas estrogen sebenarnya ialah mematangkan sel telur sebelum dikeluarkan.
Oleh karena itu selam estrogen masih ada, sel telur tetap akan diproduksi.
Kemudian setelah wanita berusia sekitar 45 tahun, ketika persediaan sel telur
habis, indung telur mulai menghentikan produksi estrogen akibatnya haid tidak
muncul lagi. Pada wanita tersebut menginjak masa menopause, yang berarti
berhentinya masa kesuburannya. (Sadli, 1987)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa periode terjadinya
menopause ketika persediaan sel telur habis, indung telur mulai menghentikan
produksi estrogen akibatnya haid tidak muncul lagi. Pada wanita tersebut
menginjak masa menopause, yang berarti berhentinya masa kesuburannya.

Ciri-ciri individu yang kreatif

Munandar (1999a) menyatakan bahwa ciri individu yang kreatif menurut para ahli psikologi antara lain adalah bebas dalam berpikir, mempunyai daya imajinasi, bersifat ingin tahu, ingin mencari pengalaman baru, mempunyai inisiatif, bebas berpendapat, mempunyai minat luas, percaya pada diri sendiri, tidak mau menerima pendapat begitu saja, cukup mandiri dan tidak pernah bosan.
Lebih lanjut Munandar (1999a) menjelaskan ciri-ciri pribadi kreatif meliputi ciri-ciri aptitude dan non-aptitude. Ciri-ciri aptitude yaitu ciri yang berhubungan dengan kognisi atau proses berpikir :
a. Keterampilan berpikir lancar, yaitu kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan.
b. Keterampilan berpikir luwes, yaitu kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, serta dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
c. Keterampilan berpikir orisinal, yaitu kemampuan melahirkan ungkapan yang baru, unik, dan asli.
d. Keterampilan memperinci (mengelaborasi), yaitu kemampuan mengembangkan, memperkaya, atau memperinci detil-detil dari suatu gagasan sehingga menjadi lebih menarik.
e. Keterampilan menilai (mengevaluasi), yaitu kemampuan menentukan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan, suatu rencana, atau suatu tindakan itu bijaksana atau tidak
Ciri-ciri non-aptitude yaitu ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu : a) Rasa ingin tahu; b) Bersifat imajinatif; c) Merasa tertantang oleh kemajemukan; d) Berani mengambil risiko; e) Sifat menghargai.
Sund (dalam Nursito, 2000) menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif memiliki ciri-ciri yaitu (a) mempunyai hasrat ingin tahu, bersikap terhadap pengalaman baru, (b) panjang akal, (c) keinginan untuk menemukan dan meneliti, (d) cenderung lebih suka melakukan tugas yang lebih berat dan sulit, (e) berpikir fleksibel, bergairah, aktif dan berdedikasi dalam tugas, (f) menanggapi pertanyaan dan mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban lebih banyak.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri individu yang kreatif adalah bebas dalam berpikir dan bertindak, mempunyai daya imajinasi, bersifat ingin tahu, ingin mencari pengalaman baru, mempunyai minat yang luas, mempunyai inisiatif, bebas berpendapat, tidak pernah bosan, dan merasa tertantang oleh kemajemukan.

Psikologi

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ψυχή" (Psychē yang berarti jiwa) dan "-λογία" (-logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.